Transportasi ikan hidup merupakan suatu metode pengangkutan ikan dalam kondisi hidup dengan kemasan dan cara tertentu. Menurut Handisoeparjo (1982) transportasi ikan hidup pada dasarnya memaksa dan menempatkan ikan dalam suatu lingkungan yang berlainan dengan lingkungan asalnya, disertai dengan perubahan sifat lingkungan yang mendadak. Ikan hidup yang akan dikirim dipersyaratkan dalam keadaan sehat dan tidak cacat untuk mengurangi peluang mati selama pengangkutan.
Transportasi ikan hidup terbagi dua, yakni sistem basah dan sistem kering. Pada transportasi sistem basah, media dituntut sama dengan tempat hidup ikan sebelumnya yaitu air dan oksigen (Wibowo, 1993). Sedangkan transportasi sistem kering merupakan transportasi yang tidak menggunakan air sebagai media transportasi, namun demikian bisa membuat lingkungan atau wadah dalam keadaan lembab. Sistem basah terbagi atas dua metode, yakni metode terbuka dan metode tertutup.
Faktor yang sangat penting pada pengangkutan ikan adalah tersedianya oksigen terlarut yang memadai, tetapi faktor ini sangat tidak menjamin ikan berada dalam kondisi baik setelah pengangkutan. Kemampuan ikan untuk mengkonsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh toleransi terhadap stress, suhu air, pH, konsentrasi CO2, dan sisa metabolisme lain seperti amoniak (Junianto, 2003). Transportasi benih ikan, biasanya dilakukan dengan kepadatan yang sedikit lebih tinggi, hal ini bertujuan agar biaya transportasi lebih efisien. Semakin padat ikan yang dibawa di dalam suatu wadah, semakin besar kemungkinan ikan tersebut terluka akibat gesekan-gesekan antar ikan. Ikan yang ditransportasikan secara padat dalam suatu wadah akan mudah mengalami stres. Stres dan luka akibat gesekan dapat menimbulkan penyakit dan akhirnya ikan mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar